Meraih Kesuksesan


Meraih Kesuksesan
Hidup adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan bagi kita setiap insan manusia ang ada di dunia ini, oleh karena itu kita harus selalu mengucap syukur atas semua ang kita dapatkan dan rasakan dalam kehidupan kita.
Walaupun terkadang kita merasa sedang berada pada keadaan yang terpuruk sekalipun, akan tetapi kita harus tetap bersyukur dalam segala hal, karena yakin dan percayalah sang pencipta sangat menyayangi kita semua ummat cipataannya. Terkadang manusia sering menyalahkan atas kegagalan yang ia rasakan terhadap sang khalik, padahal semua itu hanyalah ujian yang diberikan tuhan kepada kita, supaya kita kuat dan tidak gentar dalam mengalami segala tantangan dalam hidup ini, dan agar tidak khawatir dalam segala apapun yang akan kita hadapi ke depannya.
Tuhan tidak pernah menghadapkan kita pada cobaan yang di luar batas kemampuan kita, semua ini hanyalah jalan untuk kita agar tetap dan selalu mengandalkan kekuatan tuhan, bukan manusia ataupun diri sendiri.
Apalagi kita di dunia ini tidak hidup sendiri, tetapi masih banyak ciptaan tuhan lainnya, seperti tumbuhan dan binatang, kita manusia adalah mahkluk sosial oleh sebab itu kita saling ketergantungan satu sama lainnya. Jadi kita juga harus memelihara ciptaan tuhan lainnya, agar tetap hidup dan terlestarikan.
Sebagai manusia kita memiliki derajat yang paling tinggi karena memiliki akal dan budi pekerti, jadi kita harus bersyukur atas semua rahmat yang tuhan berikan. Maka disetiap persoalan yang kita hadapi tetaplah berserah pada tuhan dan selalu meminta pertolongan pada-NYA. Tuhan tidak pernah membiarkan kita berjalan sendiri Ia selalu setia menemani kita, dalam suka ataupun duka.

Review Jurnal Pidana


EKSISTENSI PERADILAN PIDANA DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

FITRIA,SH.MH

 Anggota Kelompok :
Doriah Afni Panjaitan 22210154
Lufi Wahyuni Azizah
Mira Meidiani Suryadi
M. Naufal
Vira Aqmarina sabila

ABSTRAK
Criminal justice represent a part of process is sraightening a lawby material. Target carrying out of jurisdiction criminal is to create he justice in the middle of society. Its practice met by the deviation in criminal justice execution. Srtaigtening of law in criminal justice is not quilt of attitude act the apparatur punishas criminal justice executor. Attitude act the apparatur punish as axecutor in pranata law have to cover the rasionalitas, liabilitas, and acountability. With the attitude deed act mentioned in profession punish at criminal justice expected by existence of jurisdiction criminal earn more playing a part in of straightening of law in indonesia.
Key works : peradilan, Pidana, penegakan hukum

PENDAHULUAN
            Penegakan hukum  merupakan suatu hal yang tak akan pernah habisnya diperbincangkan. Faktor yang menentukan penegakan hukum disuatu negara  dapat diamati secara material dan secara formal. Penagakan hukum secara formil adalah dilakukan dengan menggunakan aturan-aturan formal pada suatu negara yakni berupa ketentuan perundang-undangan dan aturan-aturan pelaksana lainnya. Secara material penegakan hukum dapat dilakukan berupa pelaksanaan aturan-aturan formal yang ada.
            Hukum pidana sebagai salah satu bagian dari hukum public mempunyai peranan penting dalam penegakan hukum pada suatu negara. Peradilan pidana merupakan suatu lembaga dalam system hukum di Indonesia. Tujuan utama peadilan pidana adalah memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak.
            Peradilan pidana dilakukan melalui prosedur yang diikat oleh aturan-aturan yang ketat tentang pembuktian yang mencakup semua batas-batas aturan yang tertera dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).
            Pengertian peradilan harus diartikan sebagai system, peradilan yang menempatkan kinerja dari berbagai pelaku atau pelaksana yang menjadi proses dan rangkaian didalam penegakan hukum dan keadilan.
            Permasalahan yang timbul dewasa ini adalah bagaimanakah suatu lembaga peradilan sebagai bagan dari pranata hukum dapat menegakkan hukum ditengah masyarakat.

PEMBAHASAN
            Peradilan dapat dilihat secara utuh dari pespektif cultural. Peradilan pidana dibalik  struktur modern terliahat masih membawa nilai-nilai budaya patrimonial ataupun paternalistic dari budaya masyarakat tradisional yaitu lebih mendekati pengertian Weber tentang pola dominasi patrimonial.
            Nilai-nilai dalam masyarakat dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa orang yang menggunakan suatu lembaga hukum Priyo Budi Santoso, Bioridak lagi menggunakan atau menyalahkan proses hukum yang ada seperti halnya lembaga peradilan.
            Peradilan dapat diartikan sebagai suatu system yang merupakan kinerja dari berbagai pelaku atau pelaksana yang menjadi suatu proses dalam birokrasi dan rangkaian proses dalam birokrasi administrasi Negara yang diatur secara ketat peadilan mengemban penegakan hukum dan keadilan.
            Penegakan hukum pada peadilan pidana tidak terlepas dari penyelenggaraan sebuah birokrasi.  Menurut Karl Max birokrasi merupakan lapisan sosial dengan kepentingan yang spesifik dan khusus.
            Lawrence M. Friedman menyebutkan tentang pentingnya 3 komponen dalam sistem hukum yang beroprasi seperti halnya peadilan pidana yaitu:
1.       komponen pertama adalah struktural yaitu bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme
2.      Komponen kedua adalah substansi yaitu hasil yang diterbitkan oleh system hukum
3.      Komponen ketiga yaitu sikap publik dan nilai-nilai
Peradilan pada dasarnya akan bersangkut paut dengan responbilitas, liabilitas dan akuntabilitas. Responsibilitas berkaitan dengan otoritas betindak, kebebasan untuk mengambil keputusan, kekuasaan untuk mengawasi dan sebagainya.
Liabilitas sering diasumsikan sebagai tugas untuk memperbaiki, mengganti kerugian, membalas jasa dan sebagainya, akibat segala kesalahan atau kemiskinan penilaian atas dampak kebijakan. Sangat tidak bijaksana dan memperlihatkan rentannya persoalan apabila seseorang pejabat peradilan melakukan tindakan pelanggaran hak azazi yang merugikan tersangka atau masyarakat umum.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggung jawabkan segala kewajiban yang dipikulnya. Hal ini dapat dipastikan dalam bentuk pengendalian diri sekaligus mekanisme tanggung jawab peradilan yang selama ini sulit dipastikan.
Peradilan tidak dapat hanya didunianya sendiri namun harus mendengarkan kepentingan masyarakat secara lebih luas karena beban yang ditanggung semakin berat terutama dalam fungsinya untuk menegakkan hukum dan keadilan ditengah masyarakat.

KESIMPULAN
Penegakkan hukum dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dalam segi formal maupun formal. Secara aturan-aturan formal pada suatu negara yakni berupa ketentuan perundang-undangan. Secara sosiologis penegakkan hukum begitu juga halnya dalam peradilan pidana dipengaruhi oleh sikap tindak aparatur hukum yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
Sikap tindak aparatur hukum tersebut hendaknya meliputi rasionalitas, liabitas  dan akuntabilitas.

SARAN-SARAN
Hendaknya dalam proses penegakkan hukum dalam lembaga peradilan pidana dilakukan dengan mengadakan pengawasan terhadap kinerja aparatur hukum dan proses pelaksanaan peradilan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anthony Giddens, perdebatan klasikal kontemporer mengenai kelompok kekuasaan dan konflik, Rajawali Press, Jakarta,1987  hal 46
Lawrence W.Friedman, Legal Theory, Stevens and Sons Limited, London 1967 hal 27-30 Priyo Budi Santoso, Birokrasi Pemerintahan Orde Baru Perspektif Kultural dan Struktural,Rajawalu Pers, Raja Grafindo, Jakarta,1993 hal 22
Varia Peradilan Tahun II No. 19 April 1987 hal. 89-90 Evaluasi KUHAP


Review jurnal Hukum Adat


HUKUM ADAT DALAM PERKEMBANGAN PLURALISME HUKUM DI INDONESIA
Dr. H. Abdurahman, SH., M.H
Anggota Kelompok :
Doriah Afni Panjaitan 22210154
Lufi Wahyuni Azizah
Mira Meidiani Suryadi
M. Naufal
Vira Aqmarina Sabila

ABSTRAK
Menurut Prof. H. Hilman Hadikusum, definisi hukum adat adalah segala jenis aturan kebiasaan sekelompok manusia yang hidup di suatu masyarakat tertentu. Dari kehidupan kelompok terkecil yaitu keluarga, manusia telah menjalankan tata aturan yang disepakati bersama untuk menjalankan kehidupan secara baik dalam sebuah rumah tangga. Kebiasaan-kebiasaan yang kemudian diakui dan disepakati bersama dalam kelompok lebih besar yang bernama masyarakat itulah yang dinamakan dengan hukum adat.
 Hukum adat merupakan hukum yang tidak dibukukan. Dengan demikian, dalam penerapannya lebih fleksibel dan tergantung kepada kebijaksanaan pengatur dan pelaksana hukum adat tersebut. James Richardson adalah orang pertama yang memperkenalkan adanya hukum adat di Indonesia melalui bukunya yang berjudul Journal of The Indian Archipelago. Secara positif hukum adat yang tumbuh dan berkembang di negara kita yang terdiri dari beragam suku bangsa dan adat istiadat, bisa dijadikan sumber rujukan, kebijakan, dan pendekatan dalam melaksanakan hukum positif yang sesuai dengan KUHAP. 
Hukum adat juga bisa merefleksikan adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di negara kita, walaupun pada perkembangannya harus tetap dikoordinasikan dengan hukum nasional. Sekalipun hukum adat diperlukan, namun dalam praktiknya jangan sampai bertentangan dengan asas-asas hukum yang berlaku dan jangan sampai bertentangan pula dengan ideologi negara.

PENDAHULUAN
      Perhatian tentang, “pluralism hukum”sebagai satu tema kajian hukum sebenarnya sudah lama berkembang di Negara kita dan mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini antara lain dengan diterbitkanya buku yang memuat kumpuan tulisan para pakar oleh perkumpulan untuk pembaharuan hukum berbasis masyarakat dan ekologis dengan judul “pluralism hukum sebuah pendekatan interdisipliner”.

PEMBAHASAN
    Menurut Rikardo Sunarmata, bukan saja menjadi perbincangan dikalangan ilmuwan, pluralism hukum juga telah menjadi salah satu dan senjata penting bagi aktifis gerakan social yg memperjuangkan perubhan hukum. Pluralism hukum sangat membantu memberikan penjelasan terhadap kenyataan ada nya keteraturan atau ketib social yang sama sekali bukan merupakan bagian dan keteraturan hukum yang diproduksi oleh Negara.
  Perhatian terhadap pluralism hukum di Indonesia dipicu oleh berbagai faktor antara lain:
1.  Adanya peraturan perundang-undangan yang masih bersifat mendua, undang-undangno.5 tahun 1960 tentang ketentuan pokok agrarian.
2. Secara akademik dibanyak perguran tinggi hukum sudah berkembang kajian hukum yang bersifat non positivistic.
3. Perkembangan otonomi daerah pasca revormasi yang dimulai dengan berlakunya undang-undang no. 22 tahun 1999
4.  Munculnya gerakan masyarakat adat yang berawal dari diselenggarakanya kongres masyarakat adat nusantar 15-22 Maret 1999
5.   Adanya pernyataan politik yang memberikan janji untuk menyiapkan perangkat hukum

HUKUM ADAT DAN PLURALISME HUKUM DI INDONESIA
  Seorang pakar hukum Indonesia dalam bukunya “pengantar dalam hukum Indonesia” (1996) mencantumkan satu bab yang berjudul “aneka warna hukum” di Indonesia. Mengenai hal ini Utrecht mengemukakan bahwa berdasarkan perbedaan kebudayaan yang untuk sementara waktu masih nyata (tetapi di kemudian hari nanti akan lenyap sebagai salah satu hasil politik kebudayaan berdasarkan memperkukuh kepribadian nasional bersatu) maka warga Negara Indonesia dapat dibagi dalam beberapa golongan rakyat. Golongan rakyat itu golongan rakyat Indonesia asli, golongan rakyat eropa oleh karna kebudayaan masih berbeda, maka dengan sendirinya sebagian dari hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan rakyat itu masih belum sama.
Bagi hukum private di Indonesia ada tiga golongan hukum golongan hukum adat,golongan hukum eropa dan golongan hukum adat timur asli.

HUKUM ADAT SEBAGAI HUKUM YANG HIDUP DAN BAGIAN KEBUDAYAAN INDONESIA
          Pakar filsafat hukum Guztav Radbruch menyatakan hukum adalah fenomena budaya, iya adalah suatu kenyataan yang dihubungkan dengan nilai.
Kajian hukum dalam prespektif budaya mempunyai relevansi tersendiri dalam mengkaji hukum adat sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Untuk menemukan “hukum adat” maka ada empat hal yang perlu di teliti terlebih dahulu, yakni :
a.   Apakah “adat” itu
b.  Bagaimana isi dari pada “rasa keadilan” dan kepatutan menurut anggapan adat
c.    Bagaimana pernyataan dari itu semua
d.   Manakah dari adat itu yang mengenal hubungan kemasyarakatan

HUKUM ADAT DAN HUKUM NASIONAL DALAM PRESPEKTIF PLURALISME HUKUM
  Menurut pendapat Griffits mengemukakan bahwa dalam arena pluralism hukum itu terdapat hukum Negara di satu sisi dan di sisi lain adalah hukum rakyat yang pada sisinya tidak berasal dari Negara yang terdiri dari hukum.
 Ada enam hal penting berkenaan dengan perkembangan hukum adat sebagai berikut:
1.    Hukum adat adalah hukum yg berakar dalam kehidupan bangsa Indonesia
2.    Hukum adat mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri
3.    Walaupun ada bagian hukum adat yang telah menjadi bagian hukum nasional, akan tetapi sebenarnya masih banyak yang lainya yg perlu disikapi lebih jauh
4.    Padabagian yang sudah jelas pengaturanya dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi hal itu rasanya belum cukup, sebelum di tindak lanjuti dari kita senua dalam kehidupan keseharian kita
5.    Dalam menyelesaikan persoalan di antara warga, cukup tersedia media untuk itu
6.    Keberhasilan penegakan hukum termasuk yang bersumber dari hukum adat hanya dapat terlaksana kalau ada kemauan baik dari semua pihak untuk melaksanakanya dan hal tersebut adalah merupakan tanggung jawab kita semua.

KESIMPULAN
 Pluralisme hukum sebagai satu tema kajian hukum sebenarnya sudah lama berkembang di Negara kita dan mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini antara lain dengan diterbitkanya buku yang memuat kumpuan tulisan para pakar oleh perkumpulan untuk pembaharuan hukum berbasis masyarakat dan ekologis dengan judul “pluralism hukum sebuah pendekatan interdisipliner”.      Bagi hukum private di Indonesia ada tiga golongan hukum golongan hukum adat,golongan hukum eropa dan golongan hukum adat timur asli.  

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, “Kedudukan Hukum Adat Dalam Rangka Pembangunan Nasional”, “Hukum Adat Menurut Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia” ,  Penerbit Alumni, Bandung 1978
Beckmann, Franz And Keebt Von Benda, “The Law of Things : Legalization and Delagilization in The Relationship Between The First and The Thrid World dalam E.K.M. masinambow,
Hukum dan Kemajemukan Budaya”. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta



powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme